Selasa, 24 Mei 2011

Perkawinan

Perkawinan itu merupakan suatu relasi dan suatu perkawinan dapat dikatakan sebagai suatu relasi apabila suami-istri itu saling menghormati satu sama lain dan salah satunya tidak saling mendominasi satu sama lain karena di dalam perkawinan suami-istri berusaha untuk saling menyempurnakan, saling membantu dalam suasana hormat-menghormati dan saling menerima. Hubungan suami-istri sangat perlu mendapat perhatian khusus karena hubungan suami-istri sangat menentukan kiprah mereka didalam gereja maupun masyarakat.
Perkawinan merupakan institusi tertua di muka bumi. Sebelum segala bentuk organisasi ada, keluarga menjadi awal dari segala sesuatu. Allah sendiri yang membentuk keluarga. Di dalam suatu perkawinan harus ada rasa tulus yang berarti menerima segala kekurangannya. Sang suami harus menerima istrinya apa adanya begitu juga dengan sang istri kepada sang suami maka dengan begitu persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga tercapai pada sasaran perkawinan untuk memperoleh keturunan.
Dalam kitab kejadian 2:18 yang mengatakan bahwa:
“ tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”
hal ini dapat berarti bahwa relasi manusia dapat pula di wujudkan dalam perkawinan untuk membina kehidupan bersama oleh karena itu manusia tidak bisa hidup seorang diri. Karena Allah menciptakan manusia itu menurut gambar Allah sehingga Ia menciptakan laki-laki dan perempuan sehingga mereka dapat saling melengkapi karena perempuan itu di jadikan untuk laki-laki namun bukan untuk sebagai budaknya melainkan sebagai seseorang yang sepadan dengan dia.
Di dalam Perjanjian Baru (PB) juga mengajarkan bagaimana perkawinan itu, Matius 19 : 5 – 6, mengatakan bahwa :
“Sebab seorang anak laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging . Demikianlah mereka bukanlah dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Ayat ini dimaksudkan agar terjadinya suatu persatuan yang sempurna.“Meninggalkan” bukan hanya tentang perubahan tempat, melainkan lebih tentang perubahan prioritas-prioritas dan kewajiban-kewajiban. Kewajiban utama seorang suami tidak lagi kepada orang tuanya, tetapi beralih kepada istrinya. Maksudnya, istrinya harus didahulukan daripada ibu dan ayahnya. “Menjadi satu daging” memberi makna bahwa hubungan laki-laki dan perempuan sebagai satu daging berbeda dari hubungan orang tua dan anak. Menjadi satu daging berarti “bersatu, atau melekat, dengan isterinya” mengacu pada hubungan yang tetap dan permanen tak terpisahkan antara suami dan istri dalam segala hal, baik aspek keintiman, seksual, komunikasi, keuangan dan hal-hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangga mereka.Sedangkan di dalam Perjanjian Baru yaitu di dalam I Korintus 7:2b, mengatakan bahwa:
“Baiknya setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri”.
Dalam ayat ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah perlindungan Ilahi yang ditetapkan sehingga setiap laki-laki atau perempuan masing-masing hanya boleh mempunyai satu istri dan mereka tidak boleh berzinah, ini menunjukkan bahwa perkawinan itu bersifat monogami dan bukan poligami karena prinsip perkawinan Kristen adalah perkawinan Monogami (satu laki-laki dan satu perempuan) sejak dari awal dunia. Karena itu, kekristenan menolak dengan tegas segala bentuk poligami, poliandri.
Dengan demikian perkawinan dalam keluarga hendaknya dijaga sehingga tidak terjadi pertentangan-pertentangan yang mengakibatkan ketidakharmonisan. Dalam ayat ini juga menyatakan bahwa perkawinan itu merupakan suatu kemitraan yang mana suami tidak dapat bertindak sendiri lepas dari istrinya, begitu pula istri dari suaminya. Mereka harus saling bertindak bersama-sama. Suami seharusnya menghargai istrinya tidak hanya sebagai alat bagi pemuas diri sendiri. Semua relasi perkawinan baik dari sisi fisik maupun spiritual adalah sesuatu di dalamnya suami-istri bisa menemukan kebahagian mereka dan kepuasan tertinggi dari semua keinginan mereka.
Surat Kolose 3:18-19 yang mengatakan bahwa :
"Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya didalam Tuhan, Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia" .
Dalam ayat ini Paulus ingin menekankan bahwa para suami diajarkan untuk mengasihi istri mereka dan tidak berbuat kasar kepada mereka, ini menunjukkan bahwa suami-suami mempunyai kewajiban yang sama pentingnya dengan kewajiban istri mereka. Dalam ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan menjadi suatu kemitraan yang mana pernikahan menjadi sesuatu yang di jalani bukan hanya demi kesenangan si suami, melainkan agar keduanya dapat menemukan suatu sukacita yang baru dan kelengkapan yang baru didalam dirinya masing-masing.

0 Comments: